Produser serial “In the Name of God: A Holy Betrayal”, Cho Sung-hyun, sedang menghadapi pemeriksaan dari jaksa. Ia diperiksa karena menampilkan adegan ketelanjangan dalam pengungkapan kejahatan seksual yang dilakukan oleh pemimpin sekte Jeong Myeong-seok (Jesus Morning Star/JMS). Kantor Polisi Mapo di Seoul Barat telah menyatakan bahwa Cho Sung-hyun diduga melanggar Undang-Undang tentang Kasus Khusus Mengenai Hukuman Kejahatan Seksual.
Polisi menyatakan bahwa serial tersebut menampilkan video telanjang dari para pengikut JMS tanpa blur. Cho Sung-hyun juga dituduh mendistribusikan video yang dapat menyebabkan penghinaan seksual tanpa persetujuan subjek. Penyidik juga menyoroti bahwa video ketelanjangan itu dimasukkan ke dalam serial yang didistribusikan ke Netflix dengan tujuan komersial. Kasus tersebut telah dilimpahkan ke kejaksaan pekan lalu.
Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa siapa pun yang mendistribusikan, menayangkan, atau menyediakan video yang dapat menyebabkan penghinaan seksual tanpa persetujuan subjek dapat dihukum hingga tujuh tahun penjara atau didenda hingga 50 juta won atau sekitar Rp583,8 juta. Jika pelanggaran tersebut terjadi untuk tujuan komersial melalui jaringan informasi dan komunikasi, pelanggar dapat menghadapi hukuman minimal tiga tahun penjara.
Cho Sung-hyun menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan kantor polisi tersebut. Menurutnya, dokumenter tersebut tidak dimaksudkan untuk menyebarluaskan pornografi. Ia juga menegaskan bahwa pelanggar undang-undang khusus tentang hukuman kejahatan seksual seharusnya adalah operator situs pornografi ilegal, bukan produser film dokumenter.
Pengadilan telah menolak permintaan para pengikut JMS untuk menghentikan perilisan film dokumenter tersebut di Netflix pada Februari 2023. Pengadilan mengakui bahwa film tersebut memiliki kepentingan publik. Presiden Yoon Suk Yeol juga memberikan pujian terhadap film tersebut.
Dalam konferensi pers, Cho Sung-hyun menyatakan bahwa film tersebut dibuat dengan memahami protokol internasional dalam pembuatan film dan penyebaran isu-isu sensitif seperti kekerasan seksual. Ia menegaskan bahwa semua yang ditampilkan dalam film dokumenter tersebut benar-benar terjadi dan bukanlah fiksi atau hiburan semata.
Cho Sung-hyun juga menyuarakan kekhawatiran bahwa ia terjerumus dalam situasi hukum yang rumit di Korea Selatan. Ia berharap bahwa film-film yang mengungkap kejahatan seksual pemimpin berpengaruh dari negara lain tidak akan mengalami konflik hukum seperti yang ia alami.
Pemeriksaan tersebut berlangsung saat Cho Sung-hyun sedang mempersiapkan musim kedua dari “In the Name of God: A Holy Betrayal”. Belum ada informasi apakah pemeriksaan tersebut akan berdampak pada produksi season 2 dari dokumenter tersebut.
“In the Name of God: A Holy Betrayal” telah menimbulkan kontroversi di Korea Selatan, terutama dalam tiga episode pertama yang membahas pemimpin JMS Jeong Myeong-seok. Jaksa dan polisi telah melakukan penyelidikan terhadap kejahatan seksual yang dilakukan oleh Jeong Myeong-seok setelah film dokumenter tersebut dirilis.
Cho Sung-hyun berharap bahwa film dokumenter tersebut dapat membawa perhatian pada masalah kejahatan seksual dan bukan sekadar menggunakan provokasi dan sensasionalisme untuk menarik perhatian. Ia berharap bahwa penonton dapat memahami dan merespons isu-isu yang diangkat dalam film tersebut dengan serius.